.kisah BlackBerry, mereka dan informasi yang membunuhku.
Saat kuliah dulu (baca: dua tahun lalu, kesannya lamaaa banget), om gw bilang kalau banyak orang yang sok beli BlackBerry (BB) hanya karena benda itu punya nilai gaya yang tinggi di kalangan para elite, banyak orang yang belum bisa memaksimalkan fungsi canggihnya alias gaptek. So, benda secanggih BB hanya dipakai untuk menelepon dan sms.
Harganya yang tinggi dan model QWERTY-nya yang belum pasaran pada saat itu menjadikan orang gandrung untuk memilikinya. Gw punya teori, semakin jarang pemilik sebuah benda, semakin kelihatan keren orang tersebut di mata umat manusia lainnya (siapa pula gw sok punya teori-teori kayak begini:P). Maka, berbondong-bondonglah orang membeli BB. Biar terlihat keren. Sampai akhirnya sekarang jadi banjir telepon model QWERTY dan di mata gw, HP jenis ini jadi terlihat jelek, pasaran dan murahan. Menurut Teori lanjutan gw, semakin banyak jenis barang yang sama yang beredar di pasaran, maka semakin jatuh nilai barang tersebut (Kok ini kayak Teori Supply – Demand yg gw plesetin sesuai dengan tema tulisan gw yah:P wkwkw )
Well , karena informasi yang terbatas+hanya satu pihak, karena kemampuan mempengaruhi yang sangat dominan yang dimiliki om gw, karena gak mau dicap tukang ikut-ikutan trend, karena belum punya kerjaan yang bisa ngasih gaji tiap bulan dan karena gw menganggap HP yg gw butuhkan tuh yang penting punya kamera bagus dan bisa muter musik berjam-jam lamanya, Gw telan bulet-bulet (bayangkan tangan gw yang bentuknya bulet-bulet lucu dan sering jadi obyek gigitan teman kantor gw:p) deh pernyataan om gw tadi. Akibatnya, menjadikan gw ‘agak anti’ dan sentimen sama BB -bahkan dalam alam bawah sadar gw.
Gw gak mau dibilang sok ikut-ikutan mode; yang gonta-ganti HP secepat Nokia mengeluarkan produk-produk barunya, yang ikut-ikutan beli barang tanpa gw tahu gunanya atau buang uang hanya demi disebut ‘gaul, ngetrend, keren, canggih’, et cetera.
Kenyataannya, dunia dan teknologi ternyata berkembang dengan sangat masif, banyak situs sosial yang memberikan kecanduan baru akan bentuk lain pertemanan. Dan gw akui, gw dalam tahap yang ‘cukup’ kronis karena hampir setiap sepuluh menit ngecek HP dan buka http://www.m.facebook.com dan http://www.twitter.com untuk tahu apa ada yang ngomentarin status gw, nulis di dinding gw, atau sekedar menjadi pembaca ‘invisible’ yang rajin memantau lontaran status teman-teman gw atau cowok-cowok yang gw suka :p hanya agar gw menjadi ‘ngeh’ akan keadaan mereka secara aktual dan akurat.
Ah, betapa informasi memberikan kekuatan (knowledge is power). Informasi dalam Facebook memberi tahu gw bagaimana cara bersikap dan merespon, menjadikan gw mawas diri, mengajarkan gw padanan bahasa inggris yang bagus biasanya sumbernya dari teman-teman debat gw, anak-anak sastra inggris, atau yang pernah kuliah/kerja lama di luar negeri:D), tempat menghina-hina teman yang lebay karena update status semenit sekali:))
Dan kehadiran BlackBerry menjadi semakin menonjol dengan kecanggihannya. BB manjawab kebutuhan manusia untuk ‘menjual dirinya’ dan juga menjadi ajang personal untuk berpendapat melalui pesan singkat 100 kata ataupun kolom ‘what are you doing?’. Sebuah teknologi ‘online 24/7’ yang melampaui HP-HP lainnya dan menjadikan BB unggul. With BB, information is in your hands!!
Tapi belakangan gw menjadi jengah sendiri, gw menjadi korban dari pilihan gw sendiri untuk mengekspos diri secara ‘berlebihan’ dan membaca informasi-informasi yang ‘berlebihan’ dari teman-teman gw sehingga malah menyakiti diri sendiri. Rasanya ingin tutup mata, tidak mengaktifkan FB, me-remove beberapa orang bahkan ‘deactivate’ akun situs jejaring sosial ini. Informasi tidak lagi menjadikan gw kuat, sebaliknya malah melemahkan gw. Membuat gw hancur, kecewa, menangis (mulai lebay :P).
Satu-satunya cara efektif untuk menghalau semua hal negatif yang muncul dari diri gw adalah dengan menutup informasi-informasi yang akan melemahkan gw. Gw gak mau lagi membaca bahwa dia janjian nonton dan hangout bareng dengan ‘dia’, gw gak mau baca tweet ‘teman-tapi-mesra-dan-intens’ antar mereka, atau sikap ‘gw-cuma-anggap-dia-temen-aja-kok’ yang gw anggap berlebihan untuk definisi ‘teman’.
Karena gw gak berhak mengatur orang lain, maka gw atur diri gw untuk semakin sedikit menerima informasi apapun tentang mereka. Resikonya, gw mengurangi intensitas gw nge-tweet, main FB bahkan sengaka scroll down dengan kilat berbagai macam tulisan di layar HP yang berpotensi membuka luka gw (padahal mungkin gak ada tweet atau status menyangkut mereka). Dan ternyata tidak sesulit itu untuk tidak selalu buka HP dan liat FB/ Twitter.
Kalau kata Ika Natassa, ‘Apa yang tidak kamu tahu tidak akan menyakitimu’. Aku memilih untuk tidak tahu, menjauh, mengurangi intensitas bermainku di dunia maya agar tidak menyakiti diri sendiri. Lagi-lagi bentuk mekanisme pertahanan diri.
So, kalau ada teman gw yang menggoda gw untuk beli BB (saat ini!), gw masih akan berkata ‘Tidak’. Karena informasi membunuhku! :D